MOTO ITJEN: Menuju Indonesia Sehat Tanpa Korupsi

FAQ (Frequesntly Asked Questions)

Q. Apa tugas Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan?

Menyelenggarakan pengawasan intern di Kementerian Kesehatan RI sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Q. Apa fungsi dari Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan?

  • Penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern dilingkungan Kementerian Kesehatan;
  • Pelaksanaan pengawasan intern dilingkungan Kementerian Kesehatan terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;
  • Pelaksanaan pengawasan tujuan untuk tertentu atas penugasan Menteri;
  • Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Kesehatan;
  • Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan
  • Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Q. Pelayanan apa saja yang diberikan Inspektorat Jenderal?

  1. Sebagai penyalur pengaduan masyarakat untuk berbagai tindakan yang bersifat pengawasan dan meranah kepada perilaku kecurangan/ korupsi melalui whistleblowing system
  2. Melayani permintaan informasi atau pengaduan yang bersifat non pengawasan melalui layanan publik yang dimiliki oleh itjen yaitu Pengaduan melalui website www.itjen.kemkes.go.id
  3. Melayani pelaporan gratifikasi baik secara online (www.itjen.kemkes.go.id) maupun secara manual dengan mengisi form.

Q. Kemanakah saya harus datang untuk mendapatkan pelayanan tersebut?

Bisa melalui online dengan cara mengakses langsung ke website itjen (www.itjen.kemkes.go.id) atau datang secara langsung ke Kantor Kementerian Kesehatan, jl. H.R Rasuna Said Blok X-5 Kav No. 4-9 Kuningan – Jakarta Selatan, Gedung Adhyatma Lt. 3 Ruang 304 Sekretariat Inspektorat Jenderal, bertemu dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)

Q. Apa yang dimaksud dengan Korupsi ?

UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan:
  1. Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2);
  2. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3);
  3. Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11);
  4. Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10);
  5. Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12);
  6. Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7);
  7. Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C);

Q. Apa yang dimaksud dengan Gratifikasi?

Menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001

Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Pengecualian:

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Q. Mengapa Gratifikasi perlu dilaporkan?

Korupsi seringkali berawal dari kebiasaan yang tidak disadari oleh setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negera, misalnya penerimaan hadiah oleh pejabat penyelenggara/pegawai negeri dan keluarganya dalam suatu acara pribadi, atau menerima pemberian suatu fasilitas tertentu yang tidak wajar. Hal semacam ini semakin lama akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara yang bersangkutan. Banyak orang berpendapat bahwa pemberian tersebut sekadar tanda terima kasih dan sah-sah saja. Namun, perlu disadari bahwa pemberian tersebut selalu terkait dengan jabatan yang dipangku oleh penerima serta kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan dari pemberi, dan pada saatnya pejabat penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa.

Q. Peraturan apa saja yang Mengatur Gratifikasi?

Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya", Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi "Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK"

Penjelasan Aturan Hukum

Pasal 12 UU No. 20/2001:

  1. Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:
  2. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
  3. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

Sanksi

Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001 "Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."

Q. Siapakah yang dimaksud dengan pejabat penyelenggara Negara dan pegawai negeri dalam konteks gratifikasi ini?

Berdasarkan UU No. 28 tahun 1999, bab II pasal 2, penyelenggara negera meliputi pejabat negera pada lembaga tertinggi negara; pejabat negara pada lembaga tinggi negara; menteri; gubernur; hakim; pejabat negara lainnya seperti duta besar, wakil gubernur, bupati; wali kota dan wakilnya; pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis seperti: komisaris, direksi, dan pejabat struktural pada BUMN dan BUMD; pimpinan Bank Indonesia; pimpinan perguruan tinggi; pejabat eselon I dan pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan sipil dan militer; jaksa; penyidik; panitera pengadilan; dan pimpinan proyek atau bendaharawan proyek.

Sementara yang dimaksud dengan pegawai negeri, sesuai dengan UU No 31. tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan No. 20 Tahun 2001, meliputi: pegawai pada MA dan MK; pegawai pada kementerian/departemen & LPDN; pegawai pada Kejagung; pegawai pada Bank Indonesia; pimpinan dan pegawai pada sekretariat MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi/Dati II; pegawai pada perguruan tinggi; pegawai pada komisi atau badan yang dibentuk berdasarkan UU, Kepres, maupun PP; pimpinan dan pegawai pada sekretariat presiden, sekretariat wakil presiden, dan seskab dan sekmil; pegawai pada BUMN dan BUMD; pegawai pada lembaga peradilan; anggota TNI dan Polri serta pegawai sipil di lingkungan TNI dan Polri; serta pimpinan dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah daerah tingkat I dan II.

Q. Apakah Inspektorat Jenderal memiliki media sosial lainnya selain situs web?

Sekretariat Inspektorat Jenderal JL. H. R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9 Kuningan - Jakarta Selatan 12950

Kontak Kami

Phone: 021-5201590
Fax: 021-5201589/5223011
Email: [email protected]
Email Pengaduan: [email protected]
Email Unit Pengelola Gratifikasi: [email protected]
Hotline Perundungan: perundungan.kemkes.go.id
0812-9979-9777
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan Pengawasan Intern di Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan